14 Fakta Di Distrik Iwur Kab. Pegunungan Bintang Papua.





Satu tahun hidup di pedalaman tanah Papua, khususnya di distrik Iwur –Pegunungan Bintang membuat saya mengenal keunikan yang ada di dalamnya.  Semua ini berdasarkan hasil pengamatan terhadap alam,  hasil wawancara kepada masyarakat setempat dan juga teman sejawat.  Berikut 14 fakta yang ada di distrik Iwur,


S    1. Surga Pisang
                
Latar belakang foto kami, banyak pohon pisang yang tumbuh dengan rindang disana


Sejauh mata memandang, ketika kamu berada di distrik Iwur, kamu pasti akan dapati banyak sekali pohon pisah. Daunnya yang lebat membuat pohon pisangpun menjadi rindang. Di setiap pekarangan rumah warga pasti ada pohon pisang, dan tidak hanya 1, 2, atau 3 pohon, akan tetapi dalam satu pekarangan rumah pasti memiliki lebih dari 5 pohon pisang. Ada banyak jenis pisang disini, antara lain, pisang kapok, pisang barlin (masyarakat sering disebut pisang nona), pisang raja, dan pisang tanduk yang memiliki ukuran panjang. Warga masyarakat tak hanya menanam pisang di pekarangan rumah saja, namun juga di kebun. Hingga ada satu tempat yaitu diseberang sungai Digoel yang hanya di tanami dengan pohon pisang.
Masyarakat juga sering menjual hasil kebunnya ke kota. Sebab di distrik Iwur pisang memang melimpang, satu pohon berbuah, pohon yang lain ikutan berbuah. Begitu seterusnya, hingga tak pernah henti pisang berbuah masak, yang ada sampai busuk-busuk. Oleh sebab itu masyarakat banyak yang menjualnya ke kota, dengan cara mengangkut (dipikul) lewat jalur darat , atau jalur udara dengan naik pesawat jika ada pesawat singgah ke distrik. Harga pisang persisir di kota bisa mencapai Rp. 50.000. Istiewa bukan???

P    2. Pisang = Nasi
Bagi masyarakat iwur, buah pisang adalah teman hidup mereka. Setiap hari tak pernah di lalui tanpa makan pisang. Jika pagi hari kita bertanya pada anak murid, “Sarapan apakah kalian pagi ini?” dengan lantang  80% anak murid pasti berteriak “pisang”. Ya… entah itu pisang sudah masak ataupun belum. Jangan terkejut ya.. sebab disini pisang belum masak (masih hijau) juga bisa di makan. Bagaimana cara mereka makan???, hmmm dengan membakarnya kemudian di makan bersama garam atau rica.  Mereka lebih suka makan pisang dengan cara seperti itu daripada di olah menjadi pisang goreng ataupun di kukus.

     3.  Dua Bendera
Jika kalian memasuki wilayah distrik Iwur kalian pasti akan mendapati 2 bendera yang berdiri berdampingan. Kecuali bendera yang berkibar di depan pos TNI, Kantor distrik dan lapangan sekolah.  Selain 3 tempat tersebut bendera merah putih pasti di damping dengan bendera berwarna putih, merah dan hitam. Bendera ini terdiri dari dua bagian, ¼ bagian bendera berwarna putih dengan aksen berbentuk menyerupai bintang berwarna merah pada bagian tengahnya. Sedangkan sisanya adalah garis-garis berwarna merah dan hitam. 

Bendera merah putih yang didampingi bendera OSEA
Kedua bendera ini berdiri berdampingan dan memiliki ketinggian yang hampir sama. Padahal sebenarnya, bendera merah putih tetap lebih tinggi sedikit. Bendera tersebut adalah bendera OSEA yaitu sebuah orgaisasi yang berkembang di wilayah Pegunungan Bintang.  Jika kita menanyakan hal ini pada warga distrik Iwur mereka pasti menjawab jika OSEA semacam partai politik, dan bukan untuk menuntut kemerdekaan  seperti OPM (padahal kebanyakan anggota OSEA juga ex OPM).



Yang perlu diperhatikan disini, pemasangan dua bendera membuat anak-anak bingung ketika ditanya apa warna bendera Negara Indonesia. Selain itu saya seringkali masih mendapati siswa menggambardua bendera saat saya memberi tugas menggambar yaitu bendera merah putih dan didampingi dengan bendera OSEA.
     4. Basis OSEA di Kampung Wetkim
 
Ini adalah gerbang masuk kampung Wetkim
Bendera yang selalu mendampingi  bendera merah putih di distrik Iwur adalah bendera OSEA.  OSEA adalah singkatan dari Organisasi Serikat Ekonomi Aman, yaitu suatu organisasi yang menuntut nasib hak bangsa untuk  merdeka.  Ketuanya ada di kampong Wetkim distrik Iwur a.n Agustinus. D. Kapropka. Bendera tersebut tetap ada di distrik Iwur karena mayoritas masyarakatnya adalah anggota OSEA. Mereka beranggapan bahwa Papua adalah anak didik NKRI dan suatu saat ketika waktunya tiba papaua sudah mandiri mereka akan di ijinkan NKRI untuk berdiri sendiri / merdeja membentuk Negara sendiri. Organisasi ini bukan hanya menyiapkan bendera, namun juga telah menyiapkan mata uang dan juga 4 sila pengganti pancasila. Hmm entah darimana pemikiran dan sokongan dana yang mereka dapat….

5.Tradisi Bakar batu
Proses pembakaran batu
 
Dibalik hutan rimba dan semua kekayaan alam yang ada di Pegunungan Bintang , ada salah satu tradisi unik yang tetap dilestarikan hingga saat ini. Seperti suku-suku lain di Indonesia, masyarakat distrik Iwur juga memiliki  tradisi bersyukur yang unik dan khusus. 
Salah satunya adalah acara bakar batu.  Pesta ini berasal dari suku-suku pegunung. Uniknya dalam proses memasak, makanan dimasak dengan batu yang dipanaskan terlebih dahulu. Pesta memasak tradisional ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yakni tahap persiapan, babi panggang, dan puncaknya saat makan bersama.

Hidangan bakar batu siap di bagikan kepada warga yang hadir
Persiapan diawali dengan penyembelihan babi dengan di panah. Setelah itu babi di potong menjadi beberapa bagian, dan di cuci sekedarnya saja (tidak terlalu bersih, sehingga darah terkadang masih ada di daging yang akan di bakar).  Di tempat lain biasanya dilakukan oleh mama-mama menyiapkan tempat pembakaran yaitu berupa lubang sedalam 20-30 cm. Dasar lubang ditutupi dengan rumput dan daun pisang. Kemudian daging babi di tata di atas daun pisang tersebut bersama sagu, umbi-umbian, sayuran, dan juga buah pisang yang tak pernah di tinggalkan. kemudian di tutup kembali dengan daun pisang hingga semua bahan tidak terlihat.
Hidangan bakar batu untuk pendatang (muslim)

Sementara di tempat terpisah, batu dengan ukuran sedang di bakar bersama dengan kayu bakar hingga batu berubah memerah. Proses selanjutnya adalah memindahkan batu pada tempat  pembakaran yang telah disiapkan. Batu disusun rapi hingga menutupi semua bagian. Hal ini dilakukan agar uap panas dari batu tidak menguap. Proses memasak ini berlangsung selama setengah jam, setelah itu batu di bongkar dan daging siap di santap.



Masyarakat biasanya makan bersama-sama atau membaginya pada daun pisang untuk setiap warga yang ikut dalam acara tersebut. Semua makanan yang telah melalui proses bakar batu di bagi rata hingga tak tersisa. Pesta bakar batu memiliki makna sebagai ungkapan syukur terhadap alam dan berbagi untuk sesama. Pada awalnya bakar batu adalah tradisi keluarga, namun sekarang tradisi ini sudah menjadi warisan leluhur yang dilestarikan oleh masyarakat untuk memperingati hari-hari besar, seperti natal, paskah, tahun baru, pengangkatan kepala distrik, merayakan kelulusan siswa dan perayaan-perayan lainnya.


               6. Penyakit Malaria
Malaria memang menjadi penyaki endemik dan momok bagi pendatang jika menginjakkan kaki di tanah Papua.  Distrik Iwur yang berada di lembah Pegunungan Bintang membuat wilayah ini menjadi pertemuan antara dua suhu, yaitu panas dan dingin. Tempat ini sangatlah cocok untuk perkembangbiakan nyamuk penyebab malaria.  Penyakit ini paling sering ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gigitan nyamuk memasukkan parasit dari air liur nyamuk ke dalam darah seseorang.  Malaria menyebabkan gejala seperti demam, kelelahan, muntah, dan sakit kepala. Dalam kasus yang parah dapat menyebabkan kulit kuning, kejang, koma, atau kematian. Gejala biasanya muncul sepuluh sampai lima belas hari setelah digigit. Jika tidak diobati, penyakit mungkin kambuh beberapa bulan kemudian. 

Uniknya di distrik Iwur, penyakit malaria sudah seperti penyakit flue biasa bagi masyarakatnya.  Tak jarang dari siswa yang tetap berangkat sekolah meski badan demam dan kepala pusing.  Mereka ngotot tetap mengikuti pelajaran dan juga ikut bermain dengan teman –teman yang lain saat jam istirahat datang.  Hal ini sangat jauh berbeda dengan para pendatang. Bagi kami, saat malaria menyerang itu tandanya kita harus istirahat total. Pusing, mual, lemas, demam, yang mendera membuat kita lemastak berdaya dan berujung pada pemasangan powerbank (baca infus) untuk mensuplai energi.
Mungkin memang daya tahan tubuh kami berbeda dengan masyarakat asli yang memang sejak kecil sudah bersahabat dengan penyakit ini. Tak jarang banyak ibu-ibu hamil yang mengalami sakit malaria, bahkan hingga menguning, jadi tak jarang pula ditemukan kasus bayi baru lahir juga sudah mengidap penyakit malaria.  Angka kematian karena kasus malaria juga sangat tinggi. Terutama disebabkan oleh terlambatnya penanganan karena obat dan peralatan yang adad di puskesmas sangat terbatas dan akses menuju kota yang sulit menjadi kendala utama dalam menangani penyakit ini. Manusia yang mampu tumbuh hingga dewasa di kawasan distrik Iwur adalah mereka yang sudah mengalami seleksi alam yang sangat ketat. Mereka adalah manusia yang kuat dan pilihan.

7.      7. Dapur adalah pusat segala aktivitas.


Salah satu siswa sedang sakit dan tetap beristirahat di dapur
Masyarakat Iwur senang sekali jika berkumpul di depan tungku. Setiap rumah pasti memiliki rumah panggung di belakang rumah semi permanen yang dibuatkan oleh pemerintah. Rumah semi permanen tersebut memiliki dua kamar dan satu kamar mandi. Namun rata-rata masyarakat tidak memanfaatkan rumah tersebut dengan baik. Mereka memilih untuk membangun rumah tambahan yang berbahan pelepah sagu untuk dinding dan alasnya serta daun sagu untuk bagian atap. Rumah seperti itu dapat bertahan hingga 2 tahun.
Tak ada sekat pada rumah pelepah sagu tersebut, hanya tungku sebagai tempat perapian yang diletakkan dibagian tengah. Di bagian tepinya mereka sering meletakkan segala macam hasil bumi, seperti sagu, umbi-umbian, pisang dll sebagai persediaan makanan. Selain digunakan untuk memasak, mereka juga sering melakukan semua aktifitas di tempat tersebut, termasuk tidur. Mereka selalu tidur bersama semua anggota keluarga, entah itu bapak, mama, kakak, adik, saudara jauh, ataupun dekat, semua tidur bersama di tepian tungku. Tak jarang pula saya melihat babi kecil, dan anjing ikut tinggal bersama dalam rumah pelepah sagu tersebut.
Lalu bagaimana dengan rumah semi permanennya?. Masyarakat Iwur hanya menggunakanya sebagai tempat menyimpan barang seperti jubi, peralatan berburu, baju, dan perlengkapan yang lain.  
8.      Pasar tak berpenghuni
Makan Mie bersama di dapur salah satu rumah siswa
Di Iwur ada satu tempat yang dibangun untuk digunakan sebagai pasar. Bangunan semi permanen tersebut berada di samping rumah dinas guru SM3T. Namun, dari keterangan masyarakat, dari awal pasar tersebut didirikan, yaitu  pada tahun  2011 (kalau tidak salah), hingga saat ini tidak pernah difungsikan sebagai pasar. Masyarakat lebih suka menjual hasil kebunnya di kota, atau hanya di depan rumah masing-masing. Ada sebagian masyarakat yang membuka kios di rumah untuk menjual sembako. Sehingga bangunan yang terbuat dari kayu tersebut tidak difungsikan dan rusak ditelan cuaca. Hmm… saying sekali bukan…


      8.  Jembatan tali tiga
Jembatan rotan yang harus di lalui untuk sampai kota kabupaten

Jika kalian berkunjung di distrik Iwur dan menempuh jalur darat kalian akan merasakan sensasi berjalan di jembatan rotan. Yap.. jembatan yang melintasi sungai Digoel ini memiliki panjang lebih dari 30 meter yang menghubungkan distrik Iwur dengan jalan utama menuju kota kabupaten. Entah sejak kapan jembata ini ada, namun jembatan ini telah dilengkapi seling (tali berbahan besi) yang  di kaitkan di antara dua pohon disisi kiri dan kanan jembatan. Sehingga jembatan ini sedikit lebih aman. 

Akan tetapi itu bukan berarti aman dari terjangan air sungai Digoel. Jika sungai meluap tak jarang jembatan inipun ikut terbawa arus hingga terputus. Semasa saya bertugas di distrik Iwur, sudah 2 kali jembatan ini terputus, yang pertama jembatan putus akibat pohon penopang tali jembatan di tebang karena masalah politik (pemilu bupati Pegunungan Bintang), dan yang kedua adalah jembatan putus akibat di terjang banjir sungai Digoel. Jika sudah seperti itu, masyarakat dibantu oleh anggota TNI  menyambung kembali tali jembatan dengan pohon lain yang ada di tepi sungai dan mampu menopang jembatan.
Siswa menyeberangi jembatan rotan
Jembatan ini menjadi penghubung utama perekonomian masyarakat Iwur. Sebab dengan jalur inilah masyarakat biasa membawa hasil bumi atau bahan pokok dari kota dibawa masuk ke distrik jika transportasi udara tidak lancar. Mereka memikul hasil bumi berupa umbi-umbian,pisang, kacang, bahkan kayu bakarpun biasa mereka pikul melewati jembatan yang tidak dapat digunakan untuk berpapasan. Jika menaiki jembatan ini, kita hanya bisa berjalan setapak demi setapak, dan hanya boleh dilewati maksimal 4 orang dewasa, jika lebih tali jembatan dapat mengendur kebawah dan menyentuh air sungai atau parahnya lagi dapat putus.
               Tak hanya laki-laki Papua yang memikul barang dan melewati jembatan ini, namun mama-mama tangguh, remaja bahkan anak-anak sudah terbiasa melangkahkan kaki di atas jembatan sambil membawa barang. Subhanallah, langkah mereka begitu cepat, tiada rasa takut ataupun lelah. Ya.. lagi-lagi kita para pendatang memang tidak jauh unggul dari mereka.

1   9.  Aspal di Bandara
     

 
Suasana pagi hari di bandara Iwur
                   Jika di Jawa kita dengan mudah melihat aspal jalan raya, saat di pedalaman jangan harap jalan utama distrik memiliki aspal. Disana hanya ada satu jalan aspal, yaitu bandara Iwur. Ini sudah jauh lebih bagus dibandingkan distrik lain yang memiliki bandara namun tak ada aspal pada jalur daratnya dan masih sekedar tanah lapang di atas bukit.  Bandara ini pun memiliki keunikan sebab pada kedua ujung jalurnya ada sungai besar, sehingga tak sembarang pilot dapat mengendalikan pesawat di wilayah ekstris seperti ini.
Entah bandara ini mulai di bangun tahun berapa, yang pasti ketika guru SM3T angkatan pertama masuk distrik Iwur tahun 2013, aspal yang ada di bandara ini sudah ada. Tempat ini menjadi tempat istimewa bagi kami para bendatang. Jalanannya yang lurus, membuat kita betah jika melakukan jogging sore ataupun pagi. Ditambah lagi dengan pemandangan sekitar yang sangat indah. Gunung-gunung berpadu  dengan birunya langit, seperti lukisan alam yang tak tertandingi.

     10.  Tambahan Marga di setiap nama

               Ketika saya membuka kelas dan memulai memanggil nama siswa satu persatu untuk presensi. Saya mulai bingung, sebab banyak siswa memiliki nama depan sama, atau memiliki marga yang sama. Asumsi awal saya mereka mungkin ada hubungan darah. Namun uniknya ternyata mereka banyak yang tidak ada hubungan darah. Mereka akan memiliki satu nama marga yang sama ketika mereka tinggal dalam satu rumah atau satu lingkungan marga.
                Nama marga yang sering saya temui adalah Oropka. Berdasarkan narasumber yang sempat saya wawancara dan sesuai dengan tulisan guru SM3T Iwur angkatan pertama,  Oropka adalah orang pertama yang tinggal di Iwur . Setelah saya amati memang orang dengan marga Oropka memiliki kedudukan, atau jabatan di kantor distrik. Mungkin karena dianggap tetua sehingga dimasukkan pada susunan pemerintahan. Kemudian marga Kapropka, yang merupakan marga dari ketua Organiasi Serikat Ekonomi Aman (OSEA) bernama Agus Kapropka. Anak dari bapak Agus mendapat tempat strategis untuk bekerja di Bank BRI yang ada di Kota Oksibil agar ada jaminan keamanan. Selanjutnya ada  marga Walam, Okesan (orang yang keluar di dalam air) dan Bitip. Untuk marga bitip, ada salah satu anak Iwur yang sekarang sedang menempuh kuliah di Bandung dengan beasiswa penuh dari pemerintah, ia bernama Maret Bitip.  Itulah marga-marga yang sering ku jumpai pada masyarakat, dan ternyata merekalah marga-marga utama dalam komunitas suku Murop yang ada di Iwur.
     11. Satu anak berambut lurus.


Di Iwur ada satu anak pribumi yang memiliki rambut lurus seperti anak Jawa. Namanya Joshua, ia adalah anak dari mantan kepala distrik Iwur yang menikah dengan orang asli Medan. Kedua orang tuanya bertemu di Jakarta saat ada perjalanan tugas. Setelah pernikahan tersebut, Mama Sandra (Ibu dari Joshua)  membuka kios di Distrik Iwur.  Joshua memiliki perawakan seperti anak-anak pada umumnya, namun perutnya tidak buncit seperti anak asli Papua, dan rambutnya tidak keriting. Ia memiliki rambut lurus dan kulit sawo matang. Meski memiliki perbedaan tampilan dan  fisik,  Joshua tetap bermain dengan nyaman bersama anak-anak pribumi.

     12.  Tarian suku Murop yang medunia

Tarian dari suku Murop yang di tampilkan di Jerman
Pada tahun 2012 ada prestasi yang patut dibaggakan oleh warga distrik Iwur. Masyarakat Iwur yang notabenya adalah dari suku Murop mendapat penghargaan untuk tampil di kancah internasional dengan menampilkan tarian tradisionalnya. Mereka tampil dalam acara Pameran Pariwisata Internasional ITB Berlin, yang berlangsung di Berlin, Jerman, 7 Maret 2012. . Mereka menampilkan tarian khas suku Murop yaitu Etol. Tarian ini biasanya ditarikan di halaman bebas yang dimainkan secara berkelompok. Terdapat lebih dari lima laki-laki yang berdiri melingkar  dan 2  perempuan yang memakai Sawat duduk di tengah lingkaran. Mereka memakai atribut seperti sawat, koteka, noken untuk baju penari perempuan, tifa, dan bulu kuning (bulu burung cindrawasih) yang diikatkan di atas kepala.  Penari laki-laki memukul-pukul tifa dan  berjalan dengan irama maju mundur sambil mengelilingi perempuan yang hanya duduk diam di tengah. Tarian ini biasa ditampilkan saat ada tamu agung, pesta adat, hari-hari besar misalnya Natal, Paskah, penjemputan bupati, pelantikan kepala distrik, kepala suku dsb, yang diiringi lagu-lagu adat.
Sebenarnya ada banyak tarian tradisional khas suku Murop antara lain, Oksang, Etol, Lok, Araruo, Janggi, Bar, Ngerom,  Amsang, dan  Jambir. Namun semua tarian tersebut memiliki gerakan dan atribut yang hampir sama, hanya saja pola lantai yang digunakan sedikit berbeda. Masih sangat minim informasi mengenai detail tarian adat khas suku murop ini. Saat saya bertugas disanapun tak ada yang mampu bercerita dengan detail mengenai latar belakang dari tarian tersebut. Bapak guru Agus (asli Iwur) hanya memberikan informasi singkat dan beberapa foto hasil dokumentasi saat masyarakat suku Murop menampilkan tarian Etol di depan perwakilan dari 176 negara lima tahun silam. 

     13. Tempat keramat di distrik Iwur
Salah satu tempat yang dikeramatkan di distrik Iwur

Berdasarkan sumber informasi dari masyarakat setempet dan anak-anak murid yang suka saya ajak jalan- jalan, mereka menunjukkan beberapa tempat keramat yang jika kita melanggarnya kita harus di derma (melakukan upacara adat) yang dipimpin oleh pemuka adat atau Ondo Afi. Masyarakat di distrik Iwur memang masih sangat menjunjung tinggi adat yang ada di alam, jika kita melanggar alam kita akan celaka / tertimpa musibah.  Sering kali anak-anak setempat bilang  “ Kalau kita melanggar nanti Alam marah…” .  Hal tersebut sejalan dengan tulisan guru SM3T angkatan pertama yang juga bertugas  di distrik  Iwur. Tempat-tempat keramat tersebut antara lain:
a.          Jurngo (ujung timur lapangan terbang/bandara iwur)
b.         Kungbon (tikungan pertemuan sungai Iwur dan Digul)
c.          Iwur copmot (muara digul)
d.         Temdog rerung (dibawah rumah pak aloisius kepala kampung)
e.          Katemot (tempat bertemunya kali katem dan sungai iwur)
f.          Kuptur betin (jembatan depan puskesmas)
g.         Rimmot (di kampung wetkim)
Meski begitu bukan berarti kita dilarang bermain atau berkunjung ke tempat-tempat tersebut. Kita boleh melewati ataupun mengunjunginya, hanya saja kita harus menjaga sopan santun dan tidak melakukan tindakan tercela. Khusus  untuk perempuan yang sedang datang bulan dilarang untuk melewati tempat-tempat tersebut karena dianggap kotor. Sebagai pendatang kita harus tetap taat akan aturan yang ada di lingkungan tempat tinggal kita, termasuk mitos-mitos yang terkadang sulit diterima akal sehat.

Komentar

  1. Semoga Ibu sadar bahwa bendera tersebut hak milik tuan tanah New Guinea dan hanya dimiliki oleh Pegunungan Bintang untuk Bangsa Papua Ras Melanesia .

    BalasHapus
  2. Bagaimana dg sinyal dsana ibu?? Iya suami sy baru tugas disana...

    BalasHapus
  3. bagaimana situasi sekarang? 2010 - 2012 sy bertugas di iwur. tempat yang sangat indah & bersahabat...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

INDIGOSOL UNTUK PENCELUPAN