Galang dana "Bintang untuk Iwur" melalui kitabisa.com

Halo semua, salam "Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia " !
Perkenalkan, saya Tika Awalini guru SM3T (Sarjana Mendidik daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal) angkatan V, yang tidak bisa move on dari senyum ceria anak-anak tempat saya mengabdi satu tahun lalu. Komunikasi yang tetap terjalin dengan siswa dan warga distrik Iwur Kabupaten Pegunungan Bintang membuat saya tahu bahwa pendidikan disana mengalami kemunduran kembali kala semua guru SM3T sudah tidak lagi bertugas. Hanya ada 4 guru SMP , dan 1 guru SD yang masih aktif mengajar. Sedangkan guru-guru lain dan kepala sekolah hanya akan datang saat ujian tiba.
Siswa belajar di halaman sekolah
Siswa SD Inpres Iwur belajar di halaman sekolah
(Dokumentasi : Pribadi)
Satu tahun mendampingi anak-anak di ujung timur wilayah NKRI membuat saya sadar, bahwa apa yang kita anggap sepele di lingkungan sekitar, ternyata begitu berharga disana. Contoh sederhana adalah alat tulis, buku bacaan, baju seragam, serta kehadiran sosok guru yang mendampingi kita belajar di sekolah. Bagi anak-anak Iwur semua itu adalah barang istimewa. Bagaimana tidak, jika mereka ingin membeli perlengkapan sekolah mereka harus menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam. Perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki menembus hutan, menyeberangi jembatan rotan sepanjang kurang lebih 40 meter, kemudian perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan jasa ojek dengan waktu tempuh 1 jam untuk sampai kota kabupaten dan sampai di pusat kota kabupatenlah mereka dapat menemukan kios. Sedihnya, kios di kota jarang sekali menyediakan alat tulis. Kalaupun ada, itu pasti harganya mahal, maklum satu-satunya tranportasi menuju kabupaten Pegunungan Bintang memang hanya pesawat.
Siswa yang sedang pergi ke kota melewati jembatan rotan
Jembatan rotan yang harus dilalui untuk menuju kota kabupaten
(Dokumentasi : Pribadi)
Sedangkan sosok guru, menurut mereka adalah wujud bintang yang mampu memberi harapan hidup bagi mereka. Sekarang ini, setelah tidak ada lagi guru SM3T cahaya bintang itu mulai redup kembali.
Tak ada lagi guru yang mendampingi mereka belajar di dalam kelas. Pada tingkat SD, siswa harus rela berbagi satu guru untuk 78 siswa dengan jenjang kelas yang berbeda. Belajar dari buku paketpun, jumlahnya sangat terbatas, apa lagi buku bacaan ringan yang jumlahnya jauh lebih terbatas. Padahal semangat mereka dalam belajar masih sangat tinggi. Mereka begitu antusias saat saya memberikan tebak-tebakan melalui telpon seluler. Meski jaringan telekomunikasi terkadang kurang baik, dan membuat suara putus-putus. Tetapi teriakan mereka tetap membuat saya yakin, kalau selalu ada keinginan untuk maju dalam hati mereka. Ucapan semangat yang selalu membuat hati saya terguncang adalah,
"Kami akan menyusul ibu guru di Jawa !"
Senyum ceria anak Iwur dalam mengikuti kegiatan belajar bersama


Keceriaan siswa SD Inpres Iwur saat belajar bersama (Dokumentasi: pribadi)
Siswa membaca buku cerita di perpustakaan guru SM3T
Setiap sore anak-anak sering bermain kerumah untuk membaca buku bantuan dari "Indonesia Menyala" (Dokumentasi : Pribadi)

Siswa mengikuti lomba lukis
Siwa mengikuti lomba lukis yang di adakan dinas pariwisata
Pegunungan Bintang(Dokumentasi : Pribadi)
Atas dasar keprihatinan itulah saya mengajak anda semua untuk ikut serta dalam menyalakan kembali bintang harapan anak-anak distrik Iwur. Melalui pengumpulan donasi ini, saya berharap ada banyak tangan yang mampu membantu saya menyalakan kembali bintang harapan anak-anak distrik Iwur dengan menghadirkan alat tulis, seragam sekolah, buku bacaan, hingga media belajar interaktif yang dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Sebab hal kecil bagi anda sangat berharga bagi mereka...Yuk berbagi...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INDIGOSOL UNTUK PENCELUPAN

14 Fakta Di Distrik Iwur Kab. Pegunungan Bintang Papua.